Senin, 11 Maret 2013

“GARUDA PENGUASA ELEMEN PERTANIAN”

Berangkat dari keprihatinan dalam diri saya untuk menulis essay ini, dimana Negara kita adalah Negara Agraris yang artinya sebagian besar penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani. Namun justru petani-lah yang jauh dari kata “sejahtera”. Sejak saya duduk di bangku SD, sampai saya menjadi mahasiswa di salah satu Universitas Negri di Solo. Istilah Negara Agraris masih melekat di tubuh Indonesia. Sudah menjadi sebuah Doktrin, tapi apakah Indonesia masih mau menyandang Julukan sebagai Negara Agraris ? padahal di Indonesia sendiri petani adalah suatu profesi yang dipandang sebelah mata karena penghasilan yang jauh dari cukup. Kemudian petani juga jauh dari kata “Makmur”.

Sebenarnya, prioritas pertanian telah menjadi tumpuan ekonomi dimulai sejak tahun 1968 untuk menata kehancuran ekonomi akibat instabilitas politik di ERA ORDE LAMA. setelah sekian tahun berjalan, sekitar 20 tahun dari pencanangan awal, nampaknya bangsa ini kembali mengalami deviasi tujuan dan program pembangunan. Keinginan dan libido petinggi bangsa untuk menjadikan bangsa ini menjadi macan asia telah meninggalkan kitahnya sebagai bangsa agraris. Lewat IPTN bertrilyun-trilyun alokasi APBN difokuskan untuk membuktikan kepongahan para petinggi bangsa, bahwa kita bisa menyamai negara maju. Nafsu untuk secepatnya diakui sebagai bangsa yang memiliki dan menguasai high tecnology telah membuat bangsa ini terlena. tinggal menunggu waktu kehancuran ekonomi pasti akan terjadi. Benar terjadi, dengan semakin ditinggalkannya pondasi agraris, membuat bangsa ini sangat lemah dan susah berpijak di kakinya sendiri. tahun 1997 menjadi bukti bahwa tanpa pondasi yang kuat dengan meninggalkan agraris, bangsa ini menjadi bangsa yang sangat rapuh..maka kehancuranlah yang akhirnya dirasakan. Sungguh ironi, bangsa sebesar dan sekaya ini seperti kapas yang berterbangan tanpa arah dan tujuan yang menjerumuskan sebagian masyaraktnya ke jurang kemiskinan.

Belajar dari pengalaman tersebut, rasanya sangat bodoh jika kita mau masuk ke dalam jebakan yang sama. tiada kata lain, kita harus memperkuat pondasi bangsa ini dengan membangun pertanian secara integrated dan berkelanjutan, secara terus menerus dengan segenap kekuatan yang dimiliki.
Neoliberalisme yang diterapkan oleh SBY selama dua periode terakhir ini sudah menunjukkan kegagalan karena data statistic BPS menunjukkan periode 2005-2009: penduduk miskin tahun 2006 sempat naik dari 35,1 juta (15,97%) menjadi 39,3 juta (17,75%), karena inflasi 17,95%. Di akhir tahun 2009 jumlah kemiskinan turun menjadi 32,53 juta (14,15%) dengan persetase kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari perkotaan (17,35%). Dan Menurut data yang diumumkan Badan Pusat Statistik, Senin, 2 Januari 2012, prosentase penduduk miskin menurut pulau berdasarkan Susenas September 2011 berada di Pulau Maluku dan Papua, yaitu sebesar 25,25%. Sedangkan prosentase penduduk miskin terkecil di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 6,88%.Dilihat dari jumlah penduduk, sebagian besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa (16,74 juta orang); sementara jumlah penduduk miskin terkecil berada di Pulau Kalimantan (0,97 juta orang). Itu masih menggunakan data dari BPS yang mempunyai patokan Rp 160.000 per bulan sebagai garis batas angka kemiskinan. Namun jika menggunakan angka yang lebih riil yaitu sebesar Rp 400.000 per bulan sebagai patokan garis kemiskinan. Bisa dibayangkan berapa banyak angka kemiskinan di Indonesia, atau malah penduduk mayoritas Indonesia adalah masyarakat miskin. Sungguh “ironis”.

Tidak cukup angka kemiskinan yang membuat kita semua tercengang. Jangan lupa dengan kebijakan pemerintah yang membuka pasar impor beras bukannya swasembada pangan yang dikedepankan. Di negeri yang begitu kaya alam ini mengapa harus impor beras ?. data stastitik menunjukkan bahwa sejak reformasi terjadi, data impor beras terus naik tiap tahun. Indonesia tidak berkutik dengan adanya jumlah pertambahan penduduk untuk memenuhi kebutuhan pangan dan tanpa mempedulikan aspek “Swasembada Pangan”. Lebih parahnya lagi kita cenderung bangga bisa mengkonsumsi hasil pertanian dari luar negri, contoh kongkrit adalah pepaya Bangkok, gingseng korea, dll. 
Negeri ini seakan tidak bisa membuat sekedar “pepaya banten”, atau hasil pertanian yang dari negeri sendiri. Kembali ke Anugerah Tuhan Yng Maha Esa yang telah melimpahkan kakayaan yang begitu besar adalah salah satu cara untuk memajukan perekonomian Indonesia yang telah terpuruk ini. Menjadikan pertanian sebagai tumpuan kekuatan ekonomi Indonesia. Tentu saja dengan bantuan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Dengan cara-cara berikut ini :

 • Membuat sistem pertanian yang kolektif 

Pertama yang dilakukan adalah membuat kesadaran masyarakat bahwa sektor pertanian sangat menjanjikan di negeri yang kaya ini. Mendorong puluhan juta pengangguran untuk kembali ke sector pertanian. Negara harus membuka lahan-lahan pertanian baru secara kolektif. Tetapi bukan di pulau jawa karena sudah sangat padat. Dengan sistem transmigrasi ke luar jawa adalah solusinya. Membuka lahan yang masih jarang penduduknya dan mengirim beberapa Kepala Keluarga. Contoh kongkrit : mengirim 100 Kepala Keluarga untuk menggarap lahan seluas 100 Hektar. Atau kelipatannya, 1000 Kepala Keluarga untuk 1000 hektar. Selain membuka transmigrasi, pemerintah juga dituntut untuk berperan dalam pembangunan jalan di daerah terisolir agar pengangkutan hasil pertanian tidak tersendat, dan juga menyiapkan saluran irigasi untuk bertani. Semua metode pertanian yang digarap secara kolektif akan berdampak pada mutu hasil pertanian yang tinggi serta siap dikonsumsi.

• Membuat system Maritim yang kolektif

Tak dapat dipungkiri bahwa Negeri ini sebagian besarnya adalah lautan. Membuat kesadaran masyarakat di pesisir pantai untuk kembali ke laut. Dan membuat kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi ikan laut karena banyak mengandung protein adalah solusi untuk memajukan sektor maritim Indonesia. Dengan system kolektif yang padu, contoh kongkritnya adalah membentuk kelompok-kelompok nelayan pesisir pantai yang beranggotakan 10-20 Kepala Keluarga. Tiap kelompok diberi sebuah kapal nelayan yang berteknologi tinggi oleh pemerintah. Kapal tersebut bisa dibayar secara kredit oleh para nelayan kepada pemerintah. Selain memberi kapal nelayan yang berteknologi tinggi dengan system kredit. Pemerintah juga harus berperan dalam membangun dermaga-dermaga nelayan modern untuk mengolah hasil tangkapan. Semua hasil laut diolah di dermaga dan dikeluarkan ke pasar seperti ikan segar, ikan beku atau hasil tangkapan laut lainnya untuk siap dikonsumsi.

• Mengembangkan peluang argobisnis di Indonesia

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain). Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pasca panen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Sektor agribisnis di lahan sekaya negeri ini seharusnya memiliki potensi yang sangat prospektif. bila dicermati dengan wawasan dan teknik pembudidayaan yang baik serta memahami seluk beluk bisnis agrikultural, profesi tersebut justru mampu menuai profit besar. Contoh kongkritnya adalah membuat ciri khas hasil pertanian, “Apel Malang”, “Pepaya Jakarta”, “Jeruk Bali”, dll. Tugas pemerintah disini adalah melakukan sebuah riset/penelitian terhadap potensi hasil pertanian yang bisa mempunyai unsur atau ciri khas bangsa Indonesia. Kemudian tugas Pemerintah adalah mempromosikan hasil agribisnis tersebut kepada dunia. Maka peluang ekspor hasil agribisnis di Indonesia terbuka lebar.

Catatan Singkat

Jika Bangsa ini mau menjadi bangsa yang Besar, maka harus mengetahui seluruh potensi yang ada di dalamnya. Bukannya malah meniru sistem bangsa lain karena belum tentu bisa diterapkan di Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan dan agraris. Karena itu, kebijakan-kebijakan ekonominya seharusnya merujuk pada kemajuan pertanian atau pun kelautan. Padahal banyak negara di Eropa, Jepang, Amerika Serikat, Australia yang sangat memproteksi dan memberikan subsidi secara besar kepada pertaniannya. Sepertinya banyak pihak yang menginginkan Indonesia hanya menjadi pasar dan hanya penikmat pertanian saja. Padahal Indonesia adalah negara yang sangat subur tanahnya. Karena itu, beberapa proteksi pada produk unggulan pertanian Indonesia di komunitas internasional merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan swasembada pertanian. Selain itu, beberapa program pemberian subsidi pertanian hingga penetapan suatu wilayah sebagai sentra pertanian unggulan serta beberapa kebijakan yang membatasi import hasil pertanian merupakan langkah maju untuk menjadikan Indonesia dapat swasembada pertanian. Karena itu, marilah kita sadar akan potensi bangsa. Mengajak untuk seluruh elemen masyarakat lebih memperhatikan sektor pertanian dan menggandeng para ilmuan di bidang pertanian, para ekonom dan para akademisi untuk menciptakan swasembada pangan. Saat ini teknologi pertanian di Indonesia sudah cukup maju dan telah banyak penemuan-penemuan inovatif oleh anak bangsa Indonesia dibidang pertanian yang dapat diterapkan dalam menunjang swasembada pertanian Memberi kesadaran ke masyarakat untuk mencintai produk pertanian bangsa sendiri adalah cara yang kongkrit untuk menciptakan pertanian sebagai tumpuan ekonomi di Indonesia. Dengan demikian kesejahteraan petani akan meningkat, angka kemiskinan bisa turun, dan GARUDA BISA MENGUASAI SEKTOR PERTANIAN DI DUNIA. 

Neoliberalisme periode SBY sudah terbukti GAGAL. Masihkah kita mau menunggu bukti kegagalan berikutnya ?.

Minggu, 10 Maret 2013

Tentang Saya

Lahir di Sragen, 19 tahun yang lalu yang sekarang terdaftar sebagai mahasiswa  Fakultas Ekonomi di salah satu Universitas Negeri ternama di Kota Surakarta. Hobi bermain musik, membaca, menulis, mencari pengalaman baru. Benci dengan namanya ketidakpastian. Suka dengan kemandirian. anti kapitalis dan neoliberalisme.